Saya nulisnya “cara cepat” ya… bukan “cara tepat”… Hehehehe. Tapi insya Allah cara ini bisa dipertanggungjawabkan dengan beberapa syarat dan ketentuan. Syarat dan ketentuannya nanti saya tuliskan di bagian akhir aja.
Problematika yang paling sering ditanyakan waktu mendesain bangunan beton adalah, mencari ukuran balok untuk panjang bentang tertentu. Misalnya, “gan.. untuk balok bentang 25 meter, ukuran dan pembesiannya berapa ya?”
Secara teori, itu bisa dihitung, tentu bakalan gede banget ukurannya. Tapi ngitung kan bukan sekedar ngitung, kita harus mikirin juga constructibility-nya. Apa bahasa Indonesianya ya? Konstruksibilitas!!.. Nah.. itu!.. Anggap aja udah paham lah ya. Itu menyangkut wajar atau ngga-nya desain tersebut untuk dibangun. Kalo sekedar bisa sih saya yakin bisa-bisa aja.. tinggal bikin formwork yang besar, sediakan tulangan dan beton cor yang banyak, tapi tentu ngga semudah itu.
Pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah untuk kisaran bentang balok antara 4 sampai 10 meter, berapa ukuran balok yang optimal? Kita akan menghitungnya menggunakan metode deduktif, atau meng-kerucutkan akar permasalahan. Karena sebenarnya di balik pertanyaan sederhana ini, masih banyak tersimpan tanda tanya.
Di tahap ini kita akan menentukan beberapa asumsi dasar yang diperlukan, misalnya:
Nah, tahap pertama dari desain ini adalah menentukan ukuran awal dari balok. Ada yang pakai aturan L/10, L/12, L/14.. semuanya ngga ada yang salah, tapi juga ngga benar 100%.
Jadi, tinggi balok awal boleh kita ambil dari range L/14 sampai L/10. Sementara lebar yang ideal adalah berkisar antara 0.4 sampai 0.6 kali tinggi balok.
Misalnya, untuk balok bentang 5 m, maka kita bisa mengasumsikan ukuran baloknya sebesar 250×450. Itu sah. Namanya juga perkiraan. Yang salah itu kalau prosesnya berhenti di sini dan ngga dilanjutkan. 😀
Tahap berikutnya kita mulai hitung dan buktikan ukuran di atas apakah sudah mencukupi, masih kurang, atau terlalu boros. Maka dari itu, perhitungan sebenarnya kita mulai dari sini.
Lebar tributari adalah lebar slab di kedua sisi balok yang bebannya ditransfer / dipikul oleh balok tersebut. Besarnya lebar tributari maksimum yang mungkin terjadi untuk balok sepanjang L adalah sebesar 2/3 L.
Angka 2/3 L itu ngga akan saya share dulu di sini untuk mempersingkat pembahasan, karena itu diturunkan dari beberapa kemungkinan posisi balok terhadap slab.
Jadi, misalnya untuk balok bentang 5 m, maka lebar tributari yang kita pakai adalah 2/3 * 5 = 3.333 m.
Beban mati berasal dari berat sendiri balok, berat slab, dan beban mati tambahan.
Berat sendiri balok bisa langsung dihitung dari ukuran awal di atas, q_balok = 25 kN/m3 * 0.25 * 0.45 = 2.8125 kN/m dibulatkan => 2.8 kN/m
Tebal slab biasanya bervariasi, tapi umumnya tebal slab berada di kisaran 100 mm sampai 150 mm. Kalau ngga diketahui, kita asumsikan saja tebal slabnya = ¼ tinggi balok. Untuk balok di atas, tebalnya kita ambil 110 mm.
Jadi, berat slabnya adalah q_slab = 25 kN/m3 * 0.11 m * 3.333 m = 9.1575 kN/m dibulatkan => 9.2 kN/m
Beban mati berikutnya adalah beban mati tambahan. Beban mati tambahan bisa diambil antara 1.0 ~ 1.5 kPa (100 ~ 150 kg/m2). Untuk dak atap, boleh pakai 1.0 kPa, untuk lantai biasa dengan finishing keramik dan ada plafon di bawahnya, boleh pakai 1.5 kPa.
Karena ngga ada informasi, maka kita asumsikan yang terberat yaitu 1.5 kPa, jadi beban mati tambahannya q_adl = 1.5 kPa * 3.333 m = 4.99 kN/m => dibulatkan => 5 kN/m
Total beban mati, Qdl = q_balok + q_slab + q_adl = 2.8 + 9.2 + 5 = 17 kN/m
Beban hidup tinggal lihat ke standar, tapi sebagai ringkasan kita boleh pakai salah satu dari nilai di bawah ini:
Selebihnya tinggal ngintip standar aja.
Nah, misalnya kasus kita ngga dikasih tau baloknya, pakai aja beban untuk publik 4.8 kPa, jadi Qll = 4.8 kPa * 3.333 m = 16 kN/m
Beban ultimit untuk perhitungan momen lentur maksimum. Sementara beban layan untuk perhitungan lendutan.
Beban ultimit, Qu = 1.2Qdl + 1.6Qll = 1.2 * 17 + 1.6 * 16 = 46 kN/m
Beban layan, Qs = Qdl + Qll = 17 + 16 = 33 kN/m
Momen ultimit baik positif maupun negatif ngga akan melebihi nilai 1/8 * Q * L^2, jadi kita pakai saja angka itu untuk menghitung tulangan atas dan tulangan bawahnya
Mu = 1/8 * Qu * L^2 = 1/8 * 46 * 5^2 = 143.75 kNm
Angka 1/8 itu adalah angka momen positif untuk balok sederhana (satu bentang).
Pakai rumus cepat aja, As = Mu / (0.85fyd), jangan lupa samakan satuan.
Kalay fy dalam MPa (N/mm2), dan d (tinggi efektif balok) dalam mm, maka Mu harus dalam N.mm
d = tingg balok – 65 mm = 450 – 65 = 385 mm
Kita asumsi pake tulangan ulir ya (fy = 400 MPa)
As_req = 143.75 x 1E6 / (0.8400385) = 1167 mm2
Coba pakai D16 (luas = 201 mm2), sehingga dibutuhkan 6D16 (As = 1206 mm2)
Cek rasio tulangan, rho = As / bd = 1206 / (250385) = 0.0125 (1.25%)
Nah.. rasio segini itu biasanya terlalu besar dan ngga ekonomis. Walaupun batasan rasio maksimum bisa mencapai 2%, tapi rasio tulangan yang terlalu besar (di atas 1.2%) umumnya agak susah dipasang karena terlalu rapat atau terlalu besar ukuran tulangannya.
Jadi di kasus ini tinggi balok sebaiknya ditambah, misalnya menjadi 250×500.
Kita ulangi lagi perhitungannya,
d = 500 – 65 = 435 mm
Qbalok = 3.1 kN/m
Qdl = 17.3 kN/m
Qll = 16 kN/m
Qu = 46.36 kN/m
Qs = 33.6 kN/m
Mu = 144.9 kNm
As_req = 1041 mm2
4D19 = 4 * 283 = 1132 mm2
rho = 1132 / (b*d) = 0.0104 (1.04 %)
4D19 bisa dipasang dalam 2 layer seperti gambar di bawah.
Sementara untuk tulangan atas kita bisa pasang minimum 0.35% * b * d = 0.35% * 250 * 435 = 380.6 mm2 (3D19 = 849 mm2). Mau pasang 2D19 juga masih memungkinkan.
Sampai di sini sebenarnya sudah cukup. Tapi kalo mau lebih yakin, tulangan yang dipilih tadi boleh dibuktikan lagi dengan menghitung momen nominal balok.
a = As * fy / (0.85fcb) = 1132 * 400 / (0.85 * 25 * 250) = 85.2 mm
jd = d – 0.5a = 435 – 0.5*85.2 = 392.4 mm
øMn = As * fy * jd = 0.9 * 1132 * 400 * 392.4 = 159.9 kNm >> Mu (144.9 kNm)… Aman kan? Sip!
Lendutan dihitung dengan rumus, y = (5/384) * Qs * L^4 / (EI)
E = 23500 MPa,
I = 250 * 500 * 500 * 500 /12 = 2604.1 x 1E6 mm4
Untuk mempertimbangkan retak, nilai inersia ini kita reduksi saja 0.7 kali, sehingga I = 1823 x 1E6 mm4
y = (5/384) * 33.6 * 5000^4 / (23500 * 1823 x 1E6)
y = 6.38 mm
Batas lendutan, L/250 = 5000/250 = 20 mm >> y (6.38 mm) à Lendutan aman
Jadi, kesimpulannya, untuk balok bentang 5 m, ukuran balok dan penulangannya adalah
Dengan beberapa catatan di bawah ini:
Bagaimana kalo asumsinya ngga sesuai? Yaa tinggal disesuaikan aja angkanya. Hitung ulang dari awal. 😀
Khusus untuk jumlah bentang, itu ngaruh ke koefisien momen. Tinggal buka ACI 318M atau SNI Beton terbaru. Kalo hitungan di atas sering dipraktekin, lama-lama koefisien-koefisien itu bakal terhafalkan dengan sendirinya kok. Semakin banyak data dan informasi, akurasi hitungan akan semakin besar.
Ah gan… Saya biasanya pake ukuran lebih kecil untuk bentang 5 m. Hitungan di atas terlalu boros. Tulangannya juga banyak banget.
Tenang, itu bisa dijelaskan, ada banyak kemungkinan:
Nah, kalo pake software tentu beda lagi ceritanya 😀 😀
Mohon dikoreksi kalau ada yang keliru.
[semoga.bermanfaat]
[sehat.sukses.selalu]
Kali ini kita coba iseng bikin kuis dengan tema beton bertulang. Kuis beton bertulang ini…
Buat pengguna software buatan CSI (Computer & Strcuture Inc) khususnya SAP2000, kadang agak "kecewa" sewaktu…
Tips Karir Agar Cepat Dapat Kerja dan Terapkan Ilmu! Halo, fresh graduates teknik sipil! 🎓…
Membuat denah struktur dari gambar denah arsitektur menggunakan model AI bukan hal mustahil, bahkan teknologi…
SAP2000 versi 25 sebenarnya sudah rilis sejak 2023 yang lalu, dan hingga saat ini sudah…
Calcpad adalah salah satu aplikasi online yang berisi spreadsheet atau catatan kalkulasi engineering untuk beberapa…