Skip to content
Categories:

Cara Cepat Menghitung Balok Beton

Post date:
Author:
Number of comments: no comments

Saya nulisnya “cara cepat” ya… bukan “cara tepat”… Hehehehe. Tapi insya Allah cara ini bisa dipertanggungjawabkan dengan beberapa syarat dan ketentuan. Syarat dan ketentuannya nanti saya tuliskan di bagian akhir aja.

Problematika yang paling sering ditanyakan waktu mendesain bangunan beton adalah, mencari ukuran balok untuk panjang bentang tertentu. Misalnya, “gan.. untuk balok bentang 25 meter, ukuran dan pembesiannya berapa ya?”

Secara teori, itu bisa dihitung, tentu bakalan gede banget ukurannya. Tapi ngitung kan bukan sekedar ngitung, kita harus mikirin juga constructibility-nya. Apa bahasa Indonesianya ya? Konstruksibilitas!!.. Nah.. itu!.. Anggap aja udah paham lah ya. Itu menyangkut wajar atau ngga-nya desain tersebut untuk dibangun. Kalo sekedar bisa sih saya yakin bisa-bisa aja.. tinggal bikin formwork yang besar, sediakan tulangan dan beton cor yang banyak, tapi tentu ngga semudah itu.

Pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah untuk kisaran bentang balok antara 4 sampai 10 meter, berapa ukuran balok yang optimal? Kita akan menghitungnya menggunakan metode deduktif, atau meng-kerucutkan akar permasalahan. Karena sebenarnya di balik pertanyaan sederhana ini, masih banyak tersimpan tanda tanya.

Asumsi-Asumsi

Di tahap ini kita akan menentukan beberapa asumsi dasar yang diperlukan, misalnya:

  • Mutu beton, fc = 25 MPa (K-300)
  • Mutu baja ulir, fy = 400 MPa
  • Mutu baja polos, fy = 240 MPa
  • Tebal selimut balok 50 mm, jarak tepi beton ke pusat tulangan = 65 mm
  • β1 = 0.85
  • Balok dianggap sebagai balok persegi (walaupun aktualnya berupa balok L atau balok T)

Dimensi Awal Balok

Nah, tahap pertama dari desain ini adalah menentukan ukuran awal dari balok. Ada yang pakai aturan L/10, L/12, L/14.. semuanya ngga ada yang salah, tapi juga ngga benar 100%.

Jadi, tinggi balok awal boleh kita ambil dari range L/14 sampai L/10. Sementara lebar yang ideal adalah berkisar antara 0.4 sampai 0.6 kali tinggi balok.

Misalnya, untuk balok bentang 5 m, maka kita bisa mengasumsikan ukuran baloknya sebesar 250×450. Itu sah. Namanya juga perkiraan. Yang salah itu kalau prosesnya berhenti di sini dan ngga dilanjutkan. 😀

Tahap berikutnya kita mulai hitung dan buktikan ukuran di atas apakah sudah mencukupi, masih kurang, atau terlalu boros. Maka dari itu, perhitungan sebenarnya kita mulai dari sini.

Menentukan Lebar Area Tributari

Lebar tributari adalah lebar slab di kedua sisi balok yang bebannya ditransfer / dipikul oleh balok tersebut. Besarnya lebar tributari maksimum yang mungkin terjadi untuk balok sepanjang L adalah sebesar 2/3 L.

Angka 2/3 L itu ngga akan saya share dulu di sini untuk mempersingkat pembahasan, karena itu diturunkan dari beberapa kemungkinan posisi balok terhadap slab.

Jadi, misalnya untuk balok bentang 5 m, maka lebar tributari yang kita pakai adalah 2/3 * 5 = 3.333 m.

Pembebanan

Beban Mati

Beban mati berasal dari berat sendiri balok, berat slab, dan beban mati tambahan.

Berat sendiri balok bisa langsung dihitung dari ukuran awal di atas, q_balok = 25 kN/m3 * 0.25 * 0.45 = 2.8125 kN/m dibulatkan => 2.8 kN/m

Tebal slab biasanya bervariasi, tapi umumnya tebal slab berada di kisaran 100 mm sampai 150 mm. Kalau ngga diketahui, kita asumsikan saja tebal slabnya = ¼ tinggi balok. Untuk balok di atas, tebalnya kita ambil 110 mm.

Jadi, berat slabnya adalah q_slab = 25 kN/m3 * 0.11 m * 3.333 m = 9.1575 kN/m dibulatkan => 9.2 kN/m

Beban mati berikutnya adalah beban mati tambahan. Beban mati tambahan bisa diambil antara 1.0 ~ 1.5 kPa (100 ~ 150 kg/m2). Untuk dak atap, boleh pakai 1.0 kPa, untuk lantai biasa dengan finishing keramik dan ada plafon di bawahnya, boleh pakai 1.5 kPa.

Karena ngga ada informasi, maka kita asumsikan yang terberat yaitu 1.5 kPa, jadi beban mati tambahannya q_adl = 1.5 kPa * 3.333 m = 4.99 kN/m => dibulatkan => 5 kN/m

Total beban mati, Qdl = q_balok + q_slab + q_adl = 2.8 + 9.2 + 5 = 17 kN/m

Beban Hidup

Beban hidup tinggal lihat ke standar, tapi sebagai ringkasan kita boleh pakai salah satu dari nilai di bawah ini:

  • Dak atap (kosong) -> 0.8 kPa
  • Dak atap (bisa diakses oleh umum, hvac, dll) -> 4.8 kPa
  • Hunian -> 2.0 kPa
  • Ruang publik -> 4.8 kPa
  • Toko -> 6.0 kPa
  • Gudang -> 6.0 kPa
  • Sekolah/kantor/rumah sakit -> 4.8 kPa

Selebihnya tinggal ngintip standar aja.

Nah, misalnya kasus kita ngga dikasih tau baloknya, pakai aja beban untuk publik 4.8 kPa, jadi Qll = 4.8 kPa * 3.333 m = 16 kN/m

Beban Ultimit dan Beban Layan

Beban ultimit untuk perhitungan momen lentur maksimum. Sementara beban layan untuk perhitungan lendutan.

Beban ultimit, Qu = 1.2Qdl + 1.6Qll = 1.2 * 17 + 1.6 * 16 = 46 kN/m

Beban layan, Qs = Qdl + Qll = 17 + 16 = 33 kN/m

Hitung Jumlah Tulangan Yang Dibutuhkan

Hitung Momen Ultimit

Momen ultimit baik positif maupun negatif ngga akan melebihi nilai 1/8 * Q * L^2, jadi kita pakai saja angka itu untuk menghitung tulangan atas dan tulangan bawahnya

Mu = 1/8 * Qu * L^2 = 1/8 * 46 * 5^2 = 143.75 kNm

Angka 1/8 itu adalah angka momen positif untuk balok sederhana (satu bentang).

Hitung Kebutuhan Tulangan

Pakai rumus cepat aja, As = Mu / (0.85fyd), jangan lupa samakan satuan.

Kalay fy dalam MPa (N/mm2), dan d (tinggi efektif balok) dalam mm, maka Mu harus dalam N.mm

d = tingg balok – 65 mm = 450 – 65 = 385 mm

Kita asumsi pake tulangan ulir ya (fy = 400 MPa)

As_req = 143.75 x 1E6 / (0.8400385) = 1167 mm2

Coba pakai D16 (luas = 201 mm2), sehingga dibutuhkan 6D16 (As = 1206 mm2)

Cek rasio tulangan, rho = As / bd = 1206 / (250385) = 0.0125 (1.25%)

Nah.. rasio segini itu biasanya terlalu besar dan ngga ekonomis. Walaupun batasan rasio maksimum bisa mencapai 2%, tapi rasio tulangan yang terlalu besar (di atas 1.2%) umumnya agak susah dipasang karena terlalu rapat atau terlalu besar ukuran tulangannya.

Jadi di kasus ini tinggi balok sebaiknya ditambah, misalnya menjadi 250×500.

Kita ulangi lagi perhitungannya,

d = 500 – 65 = 435 mm

Qbalok = 3.1 kN/m

Qdl = 17.3 kN/m

Qll = 16 kN/m

Qu = 46.36 kN/m

Qs = 33.6 kN/m

Mu = 144.9 kNm

As_req = 1041 mm2

4D19 = 4 * 283 = 1132 mm2

rho = 1132 / (b*d) = 0.0104 (1.04 %)

4D19 bisa dipasang dalam 2 layer seperti gambar di bawah.

Sementara untuk tulangan atas kita bisa pasang minimum 0.35% * b * d = 0.35% * 250 * 435 = 380.6 mm2 (3D19 = 849 mm2). Mau pasang 2D19 juga masih memungkinkan.

Sampai di sini sebenarnya sudah cukup. Tapi kalo mau lebih yakin, tulangan yang dipilih tadi boleh dibuktikan lagi dengan menghitung momen nominal balok.

Menghitung Momen Nominal

a = As * fy / (0.85fcb) = 1132 * 400 / (0.85 * 25 * 250) = 85.2 mm

jd = d – 0.5a = 435 – 0.5*85.2 = 392.4 mm

øMn = As * fy * jd = 0.9 * 1132 * 400 * 392.4 = 159.9 kNm >> Mu (144.9 kNm)… Aman kan? Sip!

Mengecek Lendutan

Lendutan dihitung dengan rumus, y = (5/384) * Qs * L^4 / (EI)

E = 23500 MPa,

I = 250 * 500 * 500 * 500 /12 = 2604.1 x 1E6 mm4

Untuk mempertimbangkan retak, nilai inersia ini kita reduksi saja 0.7 kali, sehingga I = 1823 x 1E6 mm4

y = (5/384) * 33.6 * 5000^4 / (23500 * 1823 x 1E6)

y = 6.38 mm

Batas lendutan, L/250 = 5000/250 = 20 mm >> y (6.38 mm) à Lendutan aman

Kesimpulan

Jadi, kesimpulannya, untuk balok bentang 5 m, ukuran balok dan penulangannya adalah

Dengan beberapa catatan di bawah ini:

  • Beton fc = 25 MPa
  • Tulangan ulir, fy = 400 MPa
  • Tebal slab = 110 mm
  • Posisi balok di tengah slab, dan diasumsikan sebagai balok sederhana (1 bentang)
  • Lebar tributarinya 3.33 m
  • Beban mati tambahan 1.5 kPa (150 kg/m2)
  • Beban hidup rencana 4.8 kPa (480 kg/m2)
  • Balok dihitung sebagai balok persegi
  • Hitungan di atas belum memperhitungkan pengaruh beban lateral (gempa dan angin) dan beban lain selain yang disebutkan di atas (misalnya beban dinding bata, peralatan mesin berat, kolam air, tanah/tanaman, dll)

Bagaimana kalo asumsinya ngga sesuai? Yaa tinggal disesuaikan aja angkanya. Hitung ulang dari awal. 😀

Khusus untuk jumlah bentang, itu ngaruh ke koefisien momen. Tinggal buka ACI 318M atau SNI Beton terbaru. Kalo hitungan di atas sering dipraktekin, lama-lama koefisien-koefisien itu bakal terhafalkan dengan sendirinya kok. Semakin banyak data dan informasi, akurasi hitungan akan semakin besar.

 

Ah gan… Saya biasanya pake ukuran lebih kecil untuk bentang 5 m. Hitungan di atas terlalu boros. Tulangannya juga banyak banget.

Tenang, itu bisa dijelaskan, ada banyak kemungkinan:

  1. Bebannya ngga sebesar asumsi di atas
  2. Mutu betonnya di atas 25 MPa
  3. Baloknya lebih dari 2 bentang
  4. Jarak antar baloknya lebih rapat, sehingga lebar tributarinya lebih kecil
  5. Balok dihitung sebagai balok L atau balok T
  6. Balok dihitung pakai software.. 🙂 🙂 🙂

Nah, kalo pake software tentu beda lagi ceritanya 😀 😀

Mohon dikoreksi kalau ada yang keliru.

[semoga.bermanfaat]

[sehat.sukses.selalu]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *